Total Tayangan Halaman

Kedudukan Syariah dalam Ekonomi Islam

Kedudukan Syariah dalam Ekonomi Islam
Kuliah ke  4
Dasar dasar Ekonomi Islam
Indah Piliyanti, MSI
2010
Kerangka Kegiatan Muamalah dalam Islam

Islam
Ahlak – syariah – aqidah
!
                 Muamalah – ibadah
!
Politik – ekonomi – social
!
Konsumsi – simpanan – investasi
!
                  Bank / lembaga keuangan

Nb : tanda seru sebagai ganti panah

PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH ISLAM

  1. Tadlis
  2. Ikhtikar
  3. Bai’ Najasy
  4. Taghrir (Gharar)
  5. Riba
PENYEBAB TRANSAKSI DILARANG

Penyebab dilarangnya transaksi –
Haram zatnya - Haram selain zatnya  - Tidak sah akadnya

Haram selain zatnya:   Tadlis
Ikhtikar
Bai’ Najasy
Taghrir (Gharar)
Riba
Tidak sah akadnya :
  1. Rukunnya tidak terpenuhi
  2. Syarat tidak terpenuhi
  3. Terjadi Ta’alluq
  4. Terjadi “2 in 1”


HARAM ZATNYA
Transaksi dilarang karena obyek yang ditransaksikan juga dilarang
Misalnya: minuman keras, bangkai (kecuali yang ikan dan belalang), daging babi
Transaksi barang atau jasa yang demikian ini tetap haram walaupun akad jual-belinya sah.
Contoh:
Pembelian minuman keras dengan akad murabahah melalui BMT.
(Zat barangnya haram, namun akadnya sah)

HARAM SELAIN ZATNYA (1)
  1. Tadlis  (Cacat) (melanggar prinsip “an taraddin minkum”)
            Setiap transaksi dalam Islam harus dilandasi pada prinsip kerelaan kedua pihak yang bertransaksi
            Mereka harus memiliki informasi yang sama tentang barang/jasa yang diperjual belikan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan
            Unknown to one party dalam bahasa fiqh disebut tadlis.
            Tadlis terjadi karena empat hal:
    1. Kuantitas à pengurangan timbangan
    2. Kualitas à penyembunyian kecacatan obyek
    3. Harga à memanfaatkan ketidaktahuan harga pasar
    4. Waktu penyerahan à penjual tidak mengetahui secara pasti barang akan diserahkan kepada pembeli
HARAM SELAIN ZATNYA (2)

. Melanggar prinsip “la tazhlimuna wa la tuzhlamun”
            Jangan menzalimi dan jangan dizalimi
Praktek yang melanggar prinsip ini adalah:
a. Rekayasa pasar dalam Supply (Ikhtikar)
     - Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan menimbun atau entry barier
     - Menjual harga lebih tinggi dibandingkan harga sebelum munculnya kelangkaan
     - Mengambil keuntungan lebih dibandingkan keuntungan sebelum kejadian I dan II
HARAM SELAIN ZATNYA (3)
Rekayasa Pasar dalam demand (Bai’ Najasy)
       Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen/ pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk akan naik.
            (menawar sesuatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang pembeli, dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak ingin membelinya). Tujuannya agar pembeli tersebut membeli barang lebih tinggi lagi, untuk menipu pembeli –baik atas kerjasama dengan penjual atau kemauannya sendiri.
Cara ini dapat dilakukan dengan cara:
1)      Penyerbaran isu
2)      Melakukan order pembelian
3)      Pembelian pancingan sehingga tercipta sentimen pasar, bila harga sudah naik sampai level yang diinginkan, maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untuk dengan melepas kembali obyek yang sudah dibeli

HARAM SELAIN ZATNYA (4)

Taghrir (Gharar=penipuan)
            Gharar adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.
            Taghrir terjadi bila kita merubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti.
Gharar/taghrir terjadi karena empat hal, yaitu:
1)      Kuantitas à kasus ijon
2)      Kualitas à menjual sapi masih dalam perut induknya
3)      Harga à pengambilan margin 20% untuk 1 tahun atau 40% untuk 2 tahun
4)      Waktu penyerahan à menjual barang hilang seharga Rp. X dan disetujui oleh pembelinya

HARAM SELAIN ZATNYA (5)

Riba
Dalam ilmu fiqh dikenal jenis riba:
1)      Fadl (riba buyu’)à riba karena pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin).
2)      Nasi’ah (riba duyun) à riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untuk muncul return bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya berjalannya waktu. Nasi’ah adalah memastikan sesuatu yang tidak pasti menjadi pasti
3)      Jahiliyah à hutang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena di peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang ditetapkan.

TIDAK SAH/LENGKAP AKADNYA

Suatu transaksi yang tidak termasuk dalam kategori haram li dzatihi maupun haram li ghairihi, belum tentu serta merta menjadi halal.
            Sesuatu tersebut menjadi haram bila akad atas transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap.
            Suatu transaksi dikatakan tidak sah atau tidak lengkap akadnya bila terjadi salah satu atau lebih faktor berikut:
1)      Rukun dan syarat tidak terpenuhi à Rukun jual beli meliputi: (a) Pelaku; (b) Obyek; (c) Ijab-qabul. Syarat jual beli, tidak: (a) Menghalalkan yang haram; (b) Mengharamkan yang halal; (c) Menggugurkan rukun; (d) Bertentangan dengan rukun; (e) Mencegah berlakunya rukun
2)      Terjadi Ta’alluq à Terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan. Dengan maksud, berlakunya akad 1 tergantung pada akad ke 2. Dalam terminologi fiqh disebut bai’ al-’inah.
            (Jauhari: pinjaman/utang; jika ada seseorang pedagang menjual barangnya kepada orang lain dengan pembayaran secara bertempo, kemudian dia membelinya kembali dengan harga lebih rendah)
2.      Terjadi two in one à Satu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian. Dalam terminologi fiqh disebut: shafqatain fi al-shafqah. Two in one terjadi karena: (a) obyek sama; (b) pelaku sama; (c) jangka waktu sama. Bila salah satu dari faktor tersebut tidak ada maka tidak terjadi two in one


Kepastian Hasil Usaha Dalam Islam
Berdasarkan tingkat kepastian hasil yang diperoleh, kontrak dapat dibedakan menjadi
*      Natural Certainty Contracts
*      Natural Uncertainty Contracts
Teori Pertukaran
Natural Certainty Contracts/teori pertukaran, adalah kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Dalam bentuk ini:
*      Cash-flownya pasti atau sudah disepakati di awal kontrak
*      Obyek pertukarannya juga pasti secara jumlah, mutu, waktu maupun harganya



Teori Konsumsi dalam Islam
Kuliah ke 5
Dasar dasar Ekonomi Islam
Indah Piliyanti, MSI
2010

Harta dalam ISLAM
¢  Harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia
¢  Madzhab Hanafiyah: “Semua yang mungkin dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan”. Unsurnya berarti: Dimiliki dan disimpan, Biasa dimanfaatkan.
¢  Hambali: apa-apa yang memiliki manfaat yang mubah untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi darurat.
¢  Syafii: barang-barang yang mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia).
¢  Jumhur Fuqaha; Setiap yang berharga yang harus diganti apabila rusak.
3 ASAS POKOK HARTA DALAM ISLAM

  1. Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
  2. Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan, kita kembali ke kampung akhirat. QS. 2; 30.
  3. Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan.
Teori Konsumsi dalam Islam

Tingkatan kebutuhan dalam Islam sesuai tuntunan syara’:
  Daruriyyah (kebutuhan primer): makan, pakaian dan tempat tinggal.
  Hajiyyah (Kebutuhan sekunder): pemenuhan setelah kebutuhan primer tercukupi, memudahkan kehidupan dan menghilangkan kesempitan.
  Tahsiniyyah (Kebutuhan tersier): pemenuhan setelah primer dan sekunder terpenuhi.
“setiap manusia berikan kemampuan rezeki yang berbeda, sehingga tingkat kebutuhan setiap orang berbeda, prinsip penting konsumsi dalam Islam mengacu pada konsep maslahah dalam Islam”
Mashlahah dalam Konsumsi
¢  Konsumen muslim yang rasional cenderung memilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimal.
¢  Mashlahah= Manfaat dan Berkah. Memiliki nilai dimensi dunia akhirat.
¢  BANDINGKAN DENGAN TEORI KONSUMSI UMUM:
  Setiap orang yang rasional akan memilih barang yang disenangi, karena barang yang lebih dimintai menyuguhkan kepuasan yang lebih besar dari barang yang kurang diminati. (hukum marginal utility)
  Menguasai barang lebih banyak lebih baik, daripada barang lebih sedikit.
  Orang akan memperoleh kepuasan maksimum apabila seluruh uangnya / pendapatanya telah habis dibelanjakanya.
Prinsip konsumsi dalam Islam
  Prinsip keadilan
            “Hai sekalian manusia  makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”  
                        halal dan thayyib
  Prinsip kebersihan
            Makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor atau menjijikan sehingga merusak selera. Oleh karena itu semua yang diperbolehkan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan
¢  Prinsip kesederhanaan
            Ini yan mengatur perilaku manusia  mengenahi makanan dan minuman yang tidak berlebihan
¢  Prinsip kemurahan hati
            Dengan berpegang dan mentaati syaria’at islam dan tidak ada bahaya maupun dosa ketika makanan dan minuman yang halal yang disediakan Allah karena kemurahnya
¢  Prinsip moralitas
            Prinsip ini bukan hanya mengenahi makanan dan minuman, tetapi meningkatkan kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual, contoh tentang khamr dan judi. Apakah termsuk keperluan, kesenangan, atau kemewahan.
¢  Batasan dalam berkonsumsi:
v  Pembatasan dalam hal ukuran konsumsi
v  Pembatasan dalam hal sifat dan cara
¢  Anjuran Islam dalam berkonsumsi:
v  Tidak bermewah-mewah
v  Seimbangkan pengeluaran dan pemasukan
v  Jangan boros
            “..Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan:67)