MATERI IBU INDAH PILIYANTI
BUNGA DARI MASA KEMASA
STAIN SURAKARTA
SEBELUM MASEHI
Menurut pakar sejarah ekonomi, kegiatan bisnis dengan sistem bunga telah ada sejak tahun 2.500 sebelum masehi, baik Yunani kuno, Romawi
kuno, dan Mesir kuno.
Demikian juga pada tahun 2000 sebelum masehi, di
Mesopotamia (wilayah Iraq sekarang) telah berkembang sistem bunga. Sementara itu, 500 tahun sebelum masehi Temple of Babilion mengenakan
bunga sebesar 20% setahun.
SEBELUM MASEHI
Aristoteles: karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan uang yang lain.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah
sesuatu yang rendah derajatnya.
Plato (427-345 SM): dalam bukunya LAWS , juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktik yang dzholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai dan penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya). Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis riel. Dua filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof Yunani tentang bunga.
ABAD AWAL MASEHI
Kerajaan Romawi kuno, juga melarang
keras setiap pungutan atas bunga dan pada perkembangan berikutnya mereka membatasi besarnya suku bunga melalui undang-undang. Kerajaan romawi adalah negara pertama yang menerapkan peraturan tentang bunga
untuk melindungi para konsumen.
Kebiasaan bunga juga berkembang di tanah Arab sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasul. Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Arab cukup maju
dalam perdagangan.
ABAD AWAL MASEHI
Kota Mekkah saat itu pernah menjadi kota dagang internasional yang dilalui tiga jalur-jalur perdagangan dunia Eropa, dan Afrika, India dan China, serta Syam dan Yaman. Dalam rangka menunjang arus
perdagangan yang begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas pembiayaanyang memadai guna menunjang kegiatan produksi dan perdagangan.
Jadi peminjaman modal untuk perdangan dilakukan dengan sistem bunga. Tegasnya pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha-usaha produktif. Sistem bunga inilah selanjutnya yang dilarang Al-Qurân secara bertahap.
ABAD AWAL MASEHI
Suatu hal yang tak bisa dibantah, bahwa dalam rangka menunjang arus
perdagangan yang begitu pesat, mereka membutuhkan fasilitas pembiayaan yang memadai guna menunjang kegiatan produksi dan perdagangan.
Jadi peminjaman modal untuk perdangan dilakukan dengan sistem bunga. Tegasnya pinjaman uang pada saat itu, bukan semata untuk konsumsi, tetapi juga untuk usaha-usaha produktif. Sistem bunga inilah selanjutnya yang dilarang Al-Qurân secara bertahap. Ayat al-Qurâan surat Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang
berlipat ganda, belum selesai (tuntas).
Sebab setelah itu, turun lagi ayat tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (QS 2: 275: 279).
BUNGA MENURUT AGAMA-AGAMA
ISLAM
Ayat al-Qurân surat Ali Imran ayat 30 yang melarang riba yang berlipat ganda, belum selesai (tuntas). Sebab setelah itu, turun lagi ayat tentang riba yang mengharamkan segala bentuk riba, baik riba yang berlipat ganda maupun yang ringan bunganya (QS 2: 275: 279).
YAHUDI
Kitab perjanjian lama pasal 22: 25 “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin di antara kamu, maka
janganlah enkau berlaku seperti orang penagih hutang dan janganlah
engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup di antaramu” Pasal tersebut dengan tegas melarang praktik bunga bagi orang Yahudi.
Namun, orang Yahudi suka membuat helah dengan menafsirkan pasal tersebut sesuai dengan nafsunya. Menurut mereka, bunga hanyalah terlarang kalau dilakukan sesama Yahudi, dan tidak dilarang bila dipraktikkan terhadap kaum yang bukan Yahudi
BUNGA MENURUT AGAMA-AGAMA
NASRANI
Kitab perjanjian lama kitab Deuteronomiy pasal 23 ayat 19: “Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang
dibungakan”.
Perjanjian baru dalam Injil Lukas ayat 34: Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak.
BUNGA MASA SKOLASTIK
Ajaran tersebut diyakini dan dikembangkan oleh kaum Skolastik yang pemikiran-pemikiran ekonominya masih sangat konsisten dengan ajaran gereja. Dua tokoh Skolastik yang paling terkenal adalah St. Albertus Magnus (1206-1280) dan Thomas Aquinas (1225-1274). Keduanya sangat mengutuk praktik pembungaan uang. Thomas Aquinas dalam Summa Theologia bahkan dengan tegas menyebut
orang-orang yang memperanakkan uang sebagai pendosa.
Bagi Aquinas memungut bunga dari uang yang dipinjamkan adalah tidak adil dan sama artinya dengan menjual sesuatu yang tidak ada.
BUNGA PASCA SKOLASTIK (ABAD VI)
Ajaran agama Nasrani yang melarang bunga sampai abad 13 masih menjadi ajaran gereja. Pada akhir abad 13, muncul aliran-aliran baru yang berusaha menghilangkan pengaruh gereja yang mereka anggap kolot, sehingga peminjaman dengan bunga berkembang luas dan pengharaman bunga dari pihak gereja pun makin kabur.
Sejak itu praktik bunga merajalela dan dianggap sah di Eropa. Pada masa itu sarjana Kristen melakukan rumusan baru tentang pendefenisian bunga. Bahasan mereka bertujuan memperluas dan melegitimasi bunga. Mereka membedakan bunga menjadi dua, yakni interest dan usury. Menurut mereka interest adalah bunga yang dibolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan (riba).
Konsep tersebut semakin berkembang luas, setelah Raja Inggris, yakni
Hendri VIII, pada tahun 1545 M mengukuhkan dan mengembangkannya. Ia
dengan tegas mengatakan bahwa riba (usury) tidak dibenarkan, sedangkan
bunga (interest) dibolehkan asal tidak berlebihan.
CONTINUED
Gaung Raja Hendrik VIII itu sampai ke Belanda dan Eropa lainnya. Ketika Belanda menjajah Indonesia, mereka menyebar luaskan pandangan Hendrik VIII, selama 350 tahun di Indonesia. Sehingga ada orang Indonesia yang melarang dan menjauhi riba tapi membolehkan dan mempraktikkan bunga. Mereka membedakan bunga dan riba. Padahal bunga dan riba sama saja.
Bahkan, ada orang beranggapan bahwa bunga bank yang ada pada masa kini,
berbeda dengan riba yang ada pada masa jahiliyah.
Riba pada masa jahiliyah diharamkan karena berlipat ganda. Sedangkan bunga bank dibolehkan. Anggapan itu ternyata keliru besar. Kekeliruan itu
ditunjukkan oleh hasil penelitian para ekonom dan intelektual muslim
terkenal, seperti Prof Dr Muhammad Nejatullah Ashiddiqi, Prof Dr Umar
Chapra, Prof Dr MA Mannan, Prof Kursyid Ahmad, serta puluhan ekonom
muslim dan nonmuslim lainnya. Para ekonom muslim melakukan penelitian
ilmiah secara historis tentang bunga dan riba sepanjang sejarah
kehidupan manusia, mulai Yunani Kuno, Roma kuno, Mesopotamia dan Arab
Jahiliyah.